TarunaKota.com, Lhokseumawe, 20 April 2025 – Aroma busuk dugaan pelanggaran hak-hak pekerja dan manipulasi administrasi kembali menyeruak ke permukaan. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada Rumah Sakit Arun, Lhokseumawe, yang diduga melakukan penyimpangan serius terkait kepesertaan karyawan dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Berdasarkan penelusuran TarunaKota.com, seorang pekerja outsourcing berinisial AR yang telah bekerja sejak 2017, baru didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan tiga tahun kemudian, yakni pada tahun 2020. Selama tiga tahun pertama masa kerja, AR bekerja tanpa perlindungan jaminan sosial, yang jelas melanggar UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS dan UU Ketenagakerjaan yang mewajibkan pendaftaran sejak hari pertama bekerja.
Lebih ironisnya lagi, hingga kini AR masih aktif bekerja tanpa pernah menerima surat pemutusan hubungan kerja, memperkuat indikasi adanya hubungan kerja ilegal yang berjalan di luar sistem resmi.
Seorang staf internal perusahaan, berinisial A, disebut-sebut terlibat dalam dugaan rekayasa administratif dan pelaporan BPJS. Yang lebih memprihatinkan, dugaan tidak hanya berhenti pada kasus AR. Diperkirakan, puluhan tenaga kerja lain di RS Arun juga belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Jika benar, ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan bentuk pembiaran sistemik terhadap hak-hak dasar pekerja.
Saat dikonfirmasi, staf berinisial A membantah tuduhan bahwa pihaknya tidak membayar BPJS Ketenagakerjaan. Namun, ia juga tidak dapat memastikan apakah iuran BPJS milik karyawan berinisial AM dibayarkan pada periode 2017 hingga 2019.
“Kalau untuk AM, ada dua orang. Tapi yang tahun 2017 sampai 2019 itu saya tidak ingat. Jadi, yang katanya kami tidak bayar BPJS sampai tiga tahun, itu tidak benar,” ujar A saat ditemui di salah satu kedai kopi kawasan Kecamatan Dewantara, Rabu 16 April 2025.
Namun, A juga mengakui bahwa rumah sakit tidak membayar beberapa komponen iuran BPJS, seperti Jaminan Hari Tua (JHT), untuk 13 karyawan yang masih menjalani masa pelatihan (training) dan belum menerima Surat Keputusan (SK).
“Untuk yang masih training, RS Arun hanya membayar BPJS untuk jaminan kematian dan kecelakaan kerja saja. JHT belum, karena SK belum keluar. Biasanya, setelah masa training tiga bulan, baru dikontrak dan didaftarkan BPJS secara lengkap,” jelasnya.
A juga menyebut bahwa pihak rumah sakit sebenarnya cukup tertib dalam membayar kewajiban BPJS ketenagakerjaan, bahkan melebihi ketentuan yang diwajibkan.
“Kami membayar tanggungan kecelakaan, kematian, jaminan pensiun hingga jaminan PHK. Padahal, seperti jaminan pensiun itu tidak wajib. Kami tetap bayarkan,” ungkapnya.
Menurut A, manajemen RS Arun membayarkan iuran BPJS ketenagakerjaan untuk sekitar 330 karyawan, dengan total mencapai ratusan juta rupiah per bulan. Ia juga mengklaim bahwa RS Arun pernah menerima penghargaan dari BPJS sebagai institusi yang paling patuh dalam membayar iuran ketenagakerjaan.
“Kami berkomitmen patuh membayar BPJS karena kami juga ingin risiko karyawan bisa tertangani dengan baik. Bahkan sekarang, semua bisa dicek lewat aplikasi Jamsostek, jadi karyawan bisa lihat sendiri haknya,” tutupnya. (Amelia)
Tinggalkan Balasan