TarunaKota.com, Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan pembaruan tarif impor pada Rabu (2/4). Kebijakan tersebut memicu gejolak pasar global dan berdampak langsung terhadap pasar saham Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat terkoreksi hingga 9,19% saat pembukaan perdagangan, sehingga Bursa Efek Indonesia harus melakukan penghentian sementara (trading halt).

Menanggapi situasi tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek melihat koreksi pasar ini sebagai peluang. Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Oni Marbun, menyebut tekanan terhadap IHSG dipengaruhi oleh sentimen global yang tidak kondusif serta dampak dari libur panjang Lebaran.

“Kami berharap koreksi ini hanya bersifat temporer, mengingat fundamental ekonomi nasional dan perusahaan-perusahaan publik masih dalam kondisi yang solid,” ujar Oni kepada TarunaKota.com, Selasa (8/4).

Lebih lanjut, Oni menilai bahwa kondisi saat ini justru menjadi momentum terbaik untuk membeli saham. Ia membandingkan situasi ini dengan krisis-krisis sebelumnya seperti krisis moneter 1998, krisis subprime mortgage 2008, serta kejatuhan pasar akibat pandemi COVID-19 pada 2020.

“Dengan demikian, kondisi ‘Trump Tarif Sell Off’ saat ini bisa menjadi momentum emas bagi investor untuk membeli saham dengan harga murah,” ungkapnya.

Menurut Oni, peluang ini juga dimanfaatkan BPJS Ketenagakerjaan untuk menempatkan dana pada saham-saham berlikuiditas tinggi (LQ45) yang memiliki fundamental kuat. Ia optimistis terhadap ketahanan ekonomi Indonesia dan melihat prospek jangka panjang yang menjanjikan. Strategi ini diharapkan dapat mengoptimalkan hasil pengembangan dana peserta.

Dalam mengelola dana dan investasi, BPJS Ketenagakerjaan selalu menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent). Oni menegaskan bahwa kepentingan peserta menjadi prioritas utama dengan memastikan ketersediaan dana dan hasil pengembangan yang kompetitif.

“Investasi dilakukan dengan strategi Liability Driven Investment, di mana penempatan aset disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang peserta,” jelas Oni.

Hingga Februari 2025, total dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan tercatat mencapai Rp 790,8 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 6,41% ditempatkan pada instrumen saham. Angka ini masih jauh di bawah batas maksimum investasi saham sebesar 50% dari total dana kelolaan, sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku.

Sebagai informasi, aturan mengenai penempatan investasi saham oleh BPJS Ketenagakerjaan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. (Amelia)