TarunaKota.com, Jakarta – Koordinator Forum Silaturahmi Pemuda Islam (FSPI), Zulhelmi Tanjung, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut dugaan keterlibatan Noer Fajrieansyah dalam kasus korupsi impor gula yang merugikan negara hingga Rp578 miliar. Noer Fajrieansyah, yang merupakan mantan direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), juga dikenal sebagai suami dari Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid.
“Kami mendesak Kejaksaan Agung agar segera mengusut tuntas dugaan keterlibatan Noer Fajrieansyah. Negara dirugikan dalam jumlah besar, dan ini tidak boleh dibiarkan tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Berdasarkan hasil audit, kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp578 miliar,” ujar Zulhelmi Tanjung, Rabu (5/3/2025).
Menurutnya, dengan angka kerugian yang sangat besar, dugaan keterlibatan Noer Fajrieansyah semakin kuat, mengingat posisinya di PT PPI yang memiliki kewenangan dalam kebijakan impor gula. Ia menegaskan bahwa aparat penegak hukum harus bertindak tanpa pandang bulu.
“Jangan sampai ada kesan bahwa aparat penegak hukum takut atau ragu untuk menindak kasus ini karena ada keterlibatan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan,” tambahnya.
Sembilan Bos Perusahaan Swasta Jadi Tersangka
Kejaksaan Agung baru-baru ini menetapkan sembilan bos perusahaan swasta sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyalahgunaan wewenang izin impor gula. Kasus ini menjerat eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong serta eks Direktur PT PPI, Charles Sitorus (CS).
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dan alat bukti yang diperoleh selama penyidikan, tim Jampidsus memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Senin (20/1/2025).
Berikut daftar sembilan tersangka:
- TWNG – Direktur Utama PT AP
- WN – Presiden Direktur PT AF
- AS – Direktur Utama PT SUC
- IS – Direktur Utama PT MSI
- TSEP – Direktur PT MP
- HAT – Direktur PT BSI
- ASB – Direktur Utama PT KTM
- HFH – Direktur Utama PT BFM
- ES – Direktur PT PDSU
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020.
Modus Korupsi dalam Impor Gula
Kasus ini bermula pada 2016 ketika Indonesia mengalami kekurangan stok gula kristal putih (GKP), yang seharusnya bisa diimpor oleh BUMN. Namun, menurut jaksa, Tom Lembong justru memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM), yang kemudian diolah menjadi GKP.
Kejagung mengungkap bahwa Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk bekerja sama dengan perusahaan swasta dalam mengolah GKM impor menjadi GKP. Sebanyak sembilan perusahaan swasta diberikan persetujuan impor oleh Tom Lembong, yaitu:
- PT PDSU
- PT AF
- PT AP
- PT MT
- PT BMM
- PT SUJ
- PT DSI
- PT MSI
- PT KTM
Setelah diolah menjadi GKP, perusahaan-perusahaan swasta tersebut menjualnya langsung ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp3.000 lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET). PT PPI seolah-olah membeli GKP tersebut, tetapi sebenarnya hanya bertindak sebagai perantara.
“Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee sebesar Rp105 per kilogram. Kerugian negara akibat perbuatan ini mencapai sekitar Rp400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara,” jelas Abdul Qohar.
Pengembalian Uang Korupsi dan Proses Hukum Berlanjut
Menurut hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) per 20 Januari 2025, negara mengalami kerugian sebesar Rp578 miliar akibat kebijakan impor gula yang tidak sesuai prosedur.
Sebagai bagian dari upaya pemulihan aset negara, tim penyidik telah menyita dana yang dikembalikan oleh sembilan tersangka dengan rincian sebagai berikut:
- PT Angels Products (TWN) – Rp150,8 miliar
- PT Andalan Furnindo (WN) – Rp60,9 miliar
- PT Sentra Usahatama Jaya (HS) – Rp41,3 miliar
- PT Medan Sugar Industry (IS) – Rp77,2 miliar
- PT Makassar Tene (TSEP) – Rp39,2 miliar
- PT Duta Sugar International (HAT) – Rp41,2 miliar
- PT Kebun Tebu Mas (ASB) – Rp47,8 miliar
- PT Berkah Manis Makmur (HFH) – Rp74,5 miliar
- PT Permata Dunia Sukses Utama (ES) – Rp32 miliar
Meskipun tidak ada uang sitaan dari Tom Lembong, ia tetap dinyatakan sebagai tersangka karena memberikan izin impor gula tanpa rekomendasi dan koordinasi dari kementerian dan lembaga terkait.
“Ini adalah pengembalian dari sembilan tersangka yang beritikad baik untuk mengembalikan dana. Namun, pengembalian kerugian negara tidak menghapus perbuatan pidana seseorang, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Tindak Pidana Korupsi. Artinya, meskipun uang dikembalikan, proses hukum tetap berjalan,” tegas Abdul Qohar.
Adapun seluruh uang yang telah disita saat ini dititipkan di Rekening Penampung Lainnya (RPL) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Bank Mandiri. (Amelia)
Tinggalkan Balasan